Di tengah hiruk pikuk kota Surabaya, terdapat sebuah situs religi yang menyimpan sejarah dan makna spiritual yang mendalam. Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung, begitulah namanya, berdiri megah sebagai simbol kerukunan umat beragama dan harmoni antar budaya. Dibangun pada tahun 1804, cetiya ini memiliki tiga tujuan utama yang mencerminkan nilai-nilai luhur ajaran Buddha, Tao, dan Konghucu.
Menjunjung Tinggi Ajaran Buddha
Salah satu tujuan utama didirikannya Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung adalah untuk menjunjung tinggi ajaran Buddha. Cetiya ini menjadi tempat ibadah bagi umat Buddha, di mana mereka dapat melakukan puja bakti, meditasi, dan mempelajari ajaran Dharma. Arsitektur cetiya yang khas, dengan stupa-stupa dan patung Buddha, menciptakan suasana agung dan sakral yang kondusif untuk kontemplasi dan pencerahan spiritual.
Mengembangkan Ajaran Tao
Tujuan kedua didirikannya Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung adalah untuk mengembangkan ajaran Tao. Ajaran Tao menekankan keseimbangan, harmoni, dan hidup selaras dengan alam. Di dalam cetiya, terdapat altar yang didedikasikan untuk Lao Zi, pendiri Taoisme. Umat Tao dapat berdoa dan mencari bimbingan spiritual di sini, serta mempelajari prinsip-prinsip Tao yang bijaksana.
Melestarikan Nilai-Nilai Konghucu
Tujuan ketiga dan terakhir didirikannya Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung adalah untuk melestarikan nilai-nilai Konghucu. Konghucu, yang ajarannya berpusat pada moralitas, kesetiaan, dan penghormatan, memiliki pengaruh yang signifikan pada masyarakat Tionghoa. Di dalam cetiya, terdapat altar yang didedikasikan untuk Konfusius, di mana umat Konghucu dapat bersembahyang dan merenungkan ajaran luhur tentang tata krama, bakti, dan harmoni sosial.
Menumbuhkan Toleransi dan Kerukunan Antar Umat
Selain tiga tujuan utama tersebut, Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung juga menjadi simbol toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Kehadiran tiga altar yang mewakili Buddha, Tao, dan Konghucu di dalam satu cetiya menunjukkan harmoni dan saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda. Cetiya ini telah menjadi tempat pertemuan dan dialog antar budaya, menjembatani kesenjangan dan mempromosikan persatuan dalam keberagaman.
Arsitektur yang Menakjubkan dan Bersejarah
Dari segi arsitektur, Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung merupakan perpaduan unik antara gaya Tionghoa dan Jawa. Stupa-stupa yang khas Buddha dipadukan dengan ukiran dan ornamen yang terinspirasi dari budaya Jawa. Hal ini mencerminkan semangat kebhinekaan dan akulturasi yang menjadi ciri khas masyarakat Surabaya. Cetiya ini telah direnovasi berkali-kali selama berabad-abad, namun tetap mempertahankan keaslian dan nilai sejarahnya.
Tradisi dan Ritual Unik
Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung tidak hanya kaya akan makna spiritual tetapi juga memiliki tradisi dan ritual unik yang masih dijalankan hingga saat ini. Setiap tahun, cetiya ini menjadi tempat penyelenggaraan Festival Cap Go Meh, perayaan besar untuk menghormati Dewa Rezeki. Festival ini menampilkan parade barongsai, pertunjukan wayang kulit, dan ritual sembahyang yang meriah.
Tempat Wisata Religi dan Budaya
Selain sebagai tempat ibadah dan situs sejarah, Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung juga menjadi daya tarik wisata yang populer. Arsitekturnya yang indah, suasana yang sakral, dan makna spiritualnya menarik pengunjung dari berbagai latar belakang. Cetiya ini menawarkan kesempatan untuk mendalami kekayaan budaya dan religi masyarakat Surabaya sekaligus mendapatkan pengalaman spiritual yang mendalam.
Kesimpulan
Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung adalah situs religi bersejarah yang memiliki tujuan mulia dalam menjunjung tinggi ajaran Buddha, Tao, dan Konghucu. Kehadiran tiga altar yang berbeda di dalam satu cetiya merupakan simbol toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Arsitekturnya yang unik, tradisi yang kaya, dan makna spiritualnya menjadikan cetiya ini sebagai tempat wisata religius dan budaya yang sangat menarik.
Dengan tetap menjaga nilai-nilai luhur yang menjadi landasan pendiriannya, Cetiya Tri Dharma Si Fong Pak Kung terus menjadi pusat spiritual dan simbol keragaman budaya yang memperkaya kota Surabaya.