Jakarta – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) menjadi sorotan publik setelah menyatakan penolakan untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur Jawa Timur tahun 2024. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat popularitas dan prestasinya selama menjabat di Surabaya.
Alasan Penolakan
Saat ditanya alasan penolakannya, Risma memberikan beberapa penjelasan sebagai berikut:
Fokus Menyelesaikan Program di Surabaya
Risma menyatakan bahwa ia ingin fokus menyelesaikan berbagai program pembangunan dan pelayanan publik di Kota Surabaya hingga masa jabatannya berakhir pada tahun 2025. Ia menilai masih banyak hal yang perlu dituntaskan, seperti pengembangan kawasan wisata, pembangunan infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan.
Ingin Menjaga Stabilitas Surabaya
Risma khawatir jika ia mengikuti pilkada gubernur, stabilitas pemerintahan di Surabaya akan terganggu. Menurutnya, proses kampanye dan pemilu dapat mengalihkan fokus dan membawa potensi konflik politik. Ia ingin memastikan kelancaran dan kesejahteraan masyarakat Surabaya tetap terjaga selama masa transisinya.
Prioritaskan Pendidikan Anak
Risma juga memiliki alasan pribadi, yaitu prioritas untuk mendampingi dan mendukung pendidikan anaknya. Ia ingin fokus pada pertumbuhan dan perkembangan anaknya, yang saat ini masih berusia remaja. Ia meyakini bahwa dukungan orang tua sangat penting bagi masa depan anak.
Menghindari Polarisasi Politik
Risma menyadari bahwa pilkada gubernur berpotensi menimbulkan polarisasi politik yang memecah masyarakat. Ia tidak ingin menjadi bagian dari perpecahan tersebut dan lebih memilih untuk menjaga harmoni antarwarga. Ia menekankan pentingnya persatuan dan kolaborasi untuk kemajuan Jawa Timur.
Kontroversi dan Dukungan
Keputusan Risma untuk menolak pilkada gubernur menuai reaksi beragam. Ada pihak yang mendukung keputusannya, menganggap bahwa ia telah mengambil langkah yang tepat untuk kepentingan masyarakat Surabaya. Namun, ada pula yang kecewa dan menyayangkan sikap Risma, yang dianggap tidak memanfaatkan kesempatan untuk membawa perubahan yang lebih luas di Jawa Timur.
Profil Tri Rismaharini
Tri Rismaharini lahir di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 20 November 1961. Ia meraih gelar Sarjana Arsitektur dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Master Arsitektur dari Universitas Teknologi Nanyang, Singapura.
Risma memulai kariernya sebagai dosen di ITS Surabaya sebelum terjun ke dunia politik pada tahun 2008. Ia terpilih sebagai Wali Kota Surabaya pada tahun 2010 dan berhasil mempertahankan jabatannya dalam dua periode berikutnya.
Selama memimpin Surabaya, Risma dikenal dengan berbagai program inovatif dan gebrakannya dalam bidang pembangunan kota. Ia berhasil mengubah wajah Surabaya menjadi lebih bersih, tertata, dan berbudaya. Atas prestasinya tersebut, Risma meraih berbagai penghargaan nasional dan internasional, termasuk penghargaan sebagai Wali Kota Terbaik Dunia pada tahun 2012.
Masa Depan Politik
Meski menolak pilkada gubernur, Risma tidak menutup kemungkinan untuk kembali terjun ke dunia politik di masa depan. Ia menyatakan bahwa akan mempertimbangkan kembali setelah menyelesaikan tugasnya di Surabaya dan melihat kondisi politik yang berkembang.
Keputusan Tri Rismaharini untuk menolak pilkada gubernur merupakan pilihan pribadi yang perlu dihormati. Alasan-alasan yang disampaikannya menunjukkan bahwa ia memiliki pertimbangan matang dan prioritas yang jelas. Ke depannya, masyarakat Indonesia akan terus menantikan kontribusi Risma, baik di Surabaya maupun di kancah politik nasional.